Selasa, 09 Juni 2020

Generasi Milenial Islam Dalam Lintasan Sejarah

Istilah “milenial”, beberapa tahun belakangan ini, cukup booming penggunaannya. Kata tersebut biasanya dilekatkan setelah kata “generasi” atau “kalangan”, jadilah sebutan “generasi milenial” atau “kalangan milenial”. Iseng-iseng, saya ketikkan istilah itu di Google. Beberapa penjelasan mengaitkan istilah ini dengan demografi dan kecanggihan teknologi. Sebutan tersebut tertuju kepada mereka yang lahir antara 1980-an hingga 2000-an. Istilah-istilah lain yang serupa antara lain: “Generasi Y (Gen Y), “Generation me”, dan “Echo Boomers”. Kalangan Milenial terlahir di dunia yang telah dipenuhi kecanggihan teknologi. Tak heran salah satu ciri khas generasi ini adalah penggunaannya pada perangkat teknologi, khususnya teknologi selular yang intens. Berpatokan pada tahun kemunculannya, generasi milenial yang dianggap “cukup dewasa” setidaknya saat ini berusia 20-39 tahun.

Data BPS menyebutkan, bahwa penduduk Jember berdasarkan sensus penduduk 2010 berjumlah 2.332.726 jiwa. Dari jumlah tersebut, penduduk berusia milenial mencapai 716.787 jiwa atau 30,72%. Dengan demikian, generasi milenial menempati jumlah yang cukup tinggi dalam populasi penduduk Kabupaten Jember. Kondisi tersebut menuntut berbagai pihak untuk memberi kesempatan yang lebih luas bagi mereka dalam menunjukkan eksistensi dan berkiprahnya membangun dan memajukan Kabupaten Jember. Namun sebagian kalangan terkadang memandang potensi dan kemampuan generasi milenial ini secara underestimate.

Dalam lintasan sejarah Islam, banyak sosok milenial yang memiliki prestasi cemerlang karena mampu melakukan hal-hal besar. Pada tahun 621 masehi, sesaat setelah Ikrar Baitul Aqobah pertama, rasulullah mengirimkan seorang shahabat bernama Mush’ab bin Umair sebagai duta politik ke Madinah. Kala itu pemeluk Islam, masih dalam hitungan jari. Setahun kemudian, Mush’ab berhasil mengislamkan sebagian penduduk madinah. Keberhasilan tersebut menjadi awal tonggak baru dalam perjalanan Dakwah Islam. Pada tahun itu juga, nabi memutuskan berhijrah bersama shahabatnya dari Mekkah menuju Madinah. Disitulah nabi mulai membangun masyarakat bahkan rintisan negara. Sumber sejarah mencatat bahwa Mush’ab lahir pada tahun 585 masehi. Dengan demikian usia Mush’ab ketika dipercaya sebagai duta politik adalah kisaran 36 tahun.

Salah satu peperangan berat semasa nabi adalah Perang Khaibar. Khaibar merupakan pemukiman Yahudi yang dikelilingi benteng-benteng kokoh dan berlapis. Dalam perang tersebut, pasukan muslim harus menerobos benteng, sedangkan pihak musuh leluasa menyerang dari atas benteng. Peperangan diawali kekalahan di pihak pasukan muslim karena tidak mampu menembus benteng pertahanan Khaibar. Selanjutnya nabi menunjuk Ali bin Abi Thalib menjadi panglima dalam perang tersebut. Di bawah komando Ali, perang tersebut berakhir dengan kemenangan dipihak pasukan muslim. Tidak ada keterangan eksplisit usia Ali saat itu. Namun jika dihitung dari tahun kelahiran Ali (599 masehi) dan tahun terjadinya perang tersebut (629 masehi), maka usia Ali kisaran 30 tahun.

Di era khalifah Abu Bakar, setidaknya ada dua kebijakan politik yang melibatkan sosok milenial. Kebijakan pertama adalah pengumpulan catatan-catatan wahyu al-Qur’an dalam satu buku besar yang disebut shahifah. Semasa hidup rasul, jangan anda bayangkan al-Qur’an sudah berbentuk sebuah kitab yang utuh sebagaimana yang kita temui saat ini. Al-Qur’an kala itu masih berupa untaian ayat yang langsung dihafal para shahabat, atau catatan-catatan terpisah dan terpencar di atas pelepah kurma, lempengan batu, dan potongan tulang. Hal ini dapat dimaklumi, karena memang al-Qur’an tidak turun sekaligus, namun berangsur dalam waktu kurang lebih 22 tahun. Ayat dan suratnya pun turun juga tidak dalam kondisi berurutan. Wafatnya rasulullah berarti akhir dari tugas kenabian beliau sekaligus lengkap sudah wahyu al-Qur’an. Namun hingga rasul wafat, al-Qur’an masih berwujud catatan-catatan terpisah yang berserakan. Rasul juga tidak pernah memerintahkan untuk mengumpulkan catatan-catatan tersebut dalam sebuah kitab utuh. Hal tersebut membuat khalifah Abu Bakar awalnya tidak menyetujui langkah pembukuan al-Qur’an yang diusulkan Umar bin Khattab. Namun setelah terjadi perdebatan yang cukup alot, akhirnya khalifah setuju untuk membukukan al-Qur’an dan mempercayakan tugas berat itu kepada shahabat muda bernama Zaid bin Tsabit. Kala itu Zaid berusia antara 22-24 tahun.

Kebijakan politik lainnya adalah pengiriman ekspedisi besar pasukan muslim ke negeri Syiria yang kala itu berada di bawah kekuasaan romawi. Sebelumnya, kekuatan pasukan muslim telah beberapa kali berhadapan dengan kekuatan pasukan Romawi antara lain dalam Perang Mu’tah, Tabuk, dan Dzatu Salasil. Pengiriman ekspedisi kali ini merupakan langkah penting untuk menunjukkan kepada Romawi akan eksistensi dan kesiapan pasukan muslim untuk bertempur kapan pun. Khalifah Abu Bakar mempercayakan kendali ekspedisi ini kepada seorang shahabat muda bernama Usamah bin Zaid. Hal tersebut sempat mengundang polemik di tengah para shahabat nabi, mengingat kala itu Usamah baru berusia antara 18-19 tahun. Ada banyak shahabat nabi yang dianggap lebih senior dan berpengalaman di medan laga, misalnya Khalid bin Walid. Namun penunjukan tersebut ternyata tidak salah, karena Usamah ternyata mampu membuktikan bahwa dia mampu mengemban amanah berat itu dengan membawa keberhasilan.

Dalam sejarah Indonesia, siapa yang tidak mengenal nama Kartini dan Jenderal Soedirman. Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 108 Tahun 1964 tanggal 2 Mei 1964 oleh Presiden Soekarno. Hari lahirnya, 21 April kemudian diperingati sebagai Hari Kartini. Padahal Kartini meninggal di usia muda, yakni 25 tahun. Sedangkan Jenderal Soedirman, ia terpilih menjadi panglima besar Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang merupakan cikal bakal TNI pada tanggal 12 November 1945 ketika berusia 29 tahun.

Sekilas paparan tersebut, setidaknya menunjukkan dua hal penting kepada kita. Pertama, Sejarah pernah memberikan kepercayaan yang tinggi dan kesempatan yang luas kepada generasi milenialnya untuk melakukan hal-hal yang dipandang besar dan memegang jabatan penting dalam politik masa lalu. Kedua, Generasi milenial sejak ratusan tahun silam telah membuktikan diri mampu melakukan hal besar dan meraih prestasi cemerlang.

4 komentar:

  1. Admim izin sy kutip di tulisan saya ya... InsyaAllag gk plagiat...krn sy cantumkan sumbernya....he5

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. Makasih, jika tdk keberatan silahkan baca artikel saya yg lainnya dan mohon beri komentar...

      Hapus