Istilah
“milenial”, beberapa tahun belakangan ini, cukup booming penggunaannya. Kata
tersebut biasanya dilekatkan setelah kata “generasi” atau “kalangan”, jadilah
sebutan “generasi milenial” atau “kalangan milenial”. Iseng-iseng, saya
ketikkan istilah itu di Google. Beberapa penjelasan mengaitkan istilah ini
dengan demografi dan kecanggihan teknologi. Sebutan tersebut tertuju kepada
mereka yang lahir antara 1980-an hingga 2000-an. Istilah-istilah lain yang serupa
antara lain: “Generasi Y (Gen Y), “Generation me”, dan “Echo Boomers”. Kalangan
Milenial terlahir di dunia yang telah dipenuhi kecanggihan teknologi. Tak heran
salah satu ciri khas generasi ini adalah penggunaannya pada perangkat
teknologi, khususnya teknologi selular yang intens. Berpatokan pada tahun
kemunculannya, generasi milenial yang dianggap “cukup dewasa” setidaknya saat
ini berusia 20-39 tahun.
Data
BPS menyebutkan, bahwa penduduk Jember berdasarkan sensus penduduk 2010
berjumlah 2.332.726 jiwa. Dari jumlah tersebut, penduduk berusia milenial
mencapai 716.787 jiwa atau 30,72%. Dengan demikian, generasi milenial menempati
jumlah yang cukup tinggi dalam populasi penduduk Kabupaten Jember. Kondisi
tersebut menuntut berbagai pihak untuk memberi kesempatan yang lebih luas bagi
mereka dalam menunjukkan eksistensi dan berkiprahnya membangun dan memajukan
Kabupaten Jember. Namun sebagian kalangan terkadang memandang potensi dan
kemampuan generasi milenial ini secara underestimate.
Dalam
lintasan sejarah Islam, banyak sosok milenial yang memiliki prestasi cemerlang
karena mampu melakukan hal-hal besar. Pada tahun 621 masehi, sesaat setelah
Ikrar Baitul Aqobah pertama, rasulullah mengirimkan seorang shahabat bernama
Mush’ab bin Umair sebagai duta politik ke Madinah. Kala itu pemeluk Islam,
masih dalam hitungan jari. Setahun kemudian, Mush’ab berhasil mengislamkan
sebagian penduduk madinah. Keberhasilan tersebut menjadi awal tonggak baru
dalam perjalanan Dakwah Islam. Pada tahun itu juga, nabi memutuskan berhijrah
bersama shahabatnya dari Mekkah menuju Madinah. Disitulah nabi mulai membangun
masyarakat bahkan rintisan negara. Sumber sejarah mencatat bahwa Mush’ab lahir
pada tahun 585 masehi. Dengan demikian usia Mush’ab ketika dipercaya sebagai
duta politik adalah kisaran 36 tahun.
Salah
satu peperangan berat semasa nabi adalah Perang Khaibar. Khaibar merupakan
pemukiman Yahudi yang dikelilingi benteng-benteng kokoh dan berlapis. Dalam
perang tersebut, pasukan muslim harus menerobos benteng, sedangkan pihak musuh
leluasa menyerang dari atas benteng. Peperangan diawali kekalahan di pihak
pasukan muslim karena tidak mampu menembus benteng pertahanan Khaibar.
Selanjutnya nabi menunjuk Ali bin Abi Thalib menjadi panglima dalam perang
tersebut. Di bawah komando Ali, perang tersebut berakhir dengan kemenangan
dipihak pasukan muslim. Tidak ada keterangan eksplisit usia Ali saat itu. Namun
jika dihitung dari tahun kelahiran Ali (599 masehi) dan tahun terjadinya perang
tersebut (629 masehi), maka usia Ali kisaran 30 tahun.
Di
era khalifah Abu Bakar, setidaknya ada dua kebijakan politik yang melibatkan
sosok milenial. Kebijakan pertama adalah pengumpulan catatan-catatan wahyu
al-Qur’an dalam satu buku besar yang disebut shahifah. Semasa hidup rasul,
jangan anda bayangkan al-Qur’an sudah berbentuk sebuah kitab yang utuh
sebagaimana yang kita temui saat ini. Al-Qur’an kala itu masih berupa untaian
ayat yang langsung dihafal para shahabat, atau catatan-catatan terpisah dan
terpencar di atas pelepah kurma, lempengan batu, dan potongan tulang. Hal ini
dapat dimaklumi, karena memang al-Qur’an tidak turun sekaligus, namun berangsur
dalam waktu kurang lebih 22 tahun. Ayat dan suratnya pun turun juga tidak dalam
kondisi berurutan. Wafatnya rasulullah berarti akhir dari tugas kenabian beliau
sekaligus lengkap sudah wahyu al-Qur’an. Namun hingga rasul wafat, al-Qur’an
masih berwujud catatan-catatan terpisah yang berserakan. Rasul juga tidak
pernah memerintahkan untuk mengumpulkan catatan-catatan tersebut dalam sebuah
kitab utuh. Hal tersebut membuat khalifah Abu Bakar awalnya tidak menyetujui
langkah pembukuan al-Qur’an yang diusulkan Umar bin Khattab. Namun setelah
terjadi perdebatan yang cukup alot, akhirnya khalifah setuju untuk membukukan
al-Qur’an dan mempercayakan tugas berat itu kepada shahabat muda bernama Zaid
bin Tsabit. Kala itu Zaid berusia antara 22-24 tahun.
Kebijakan
politik lainnya adalah pengiriman ekspedisi besar pasukan muslim ke negeri
Syiria yang kala itu berada di bawah kekuasaan romawi. Sebelumnya, kekuatan
pasukan muslim telah beberapa kali berhadapan dengan kekuatan pasukan Romawi
antara lain dalam Perang Mu’tah, Tabuk, dan Dzatu Salasil. Pengiriman ekspedisi
kali ini merupakan langkah penting untuk menunjukkan kepada Romawi akan
eksistensi dan kesiapan pasukan muslim untuk bertempur kapan pun. Khalifah Abu
Bakar mempercayakan kendali ekspedisi ini kepada seorang shahabat muda bernama
Usamah bin Zaid. Hal tersebut sempat mengundang polemik di tengah para shahabat
nabi, mengingat kala itu Usamah baru berusia antara 18-19 tahun. Ada banyak
shahabat nabi yang dianggap lebih senior dan berpengalaman di medan laga,
misalnya Khalid bin Walid. Namun penunjukan tersebut ternyata tidak salah,
karena Usamah ternyata mampu membuktikan bahwa dia mampu mengemban amanah berat
itu dengan membawa keberhasilan.
Dalam
sejarah Indonesia, siapa yang tidak mengenal nama Kartini dan Jenderal
Soedirman. Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan melalui Keputusan
Presiden RI Nomor 108 Tahun 1964 tanggal 2 Mei 1964 oleh Presiden Soekarno.
Hari lahirnya, 21 April kemudian diperingati sebagai Hari Kartini. Padahal
Kartini meninggal di usia muda, yakni 25 tahun. Sedangkan Jenderal Soedirman,
ia terpilih menjadi panglima besar Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang merupakan
cikal bakal TNI pada tanggal 12 November 1945 ketika berusia 29 tahun.
Sekilas
paparan tersebut, setidaknya menunjukkan dua hal penting kepada kita. Pertama,
Sejarah pernah memberikan kepercayaan yang tinggi dan kesempatan yang luas
kepada generasi milenialnya untuk melakukan hal-hal yang dipandang besar dan
memegang jabatan penting dalam politik masa lalu. Kedua, Generasi milenial
sejak ratusan tahun silam telah membuktikan diri mampu melakukan hal besar dan
meraih prestasi cemerlang.
Admim izin sy kutip di tulisan saya ya... InsyaAllag gk plagiat...krn sy cantumkan sumbernya....he5
BalasHapussilahka...
HapusWah..muantabb
BalasHapusMakasih, jika tdk keberatan silahkan baca artikel saya yg lainnya dan mohon beri komentar...
Hapus